Mengintip Salah Satu Situs Budaya Islam di Cirebon “Makam Kramat Talun”


Mengintip Salah Satu Situs Budaya Islam di Cirebon “Makam Kramat Talun”

Indonesia merupakan salah satu negara yang menawarkan destinasi wisata yang beragam. Berwisata ke pantai, naik gunung, menikmati indahnya air terjun, taman bunga dan sebagainya, mungkin sudah menjadi preferensi yang lazim bagi beberapa orang yang gemar berwisata. Namun jika kita ingin mendapatkan ketenangan hati, wisata religi dapat menjadi salah satu pilihan yang terbaik karena selain kita merasakan sisi spiritualnya, kita juga bisa menyelami sisi historisnya. Wisata religi merupakan salah satu jenis wisata tertua dalam pariwisata. Yang menarik adalah wisata religi tak harus selalu ke objek wisata yang sesuai dengan keyakinan kita. Kabupaten Cirebon sebagai salah satu wilayah yang menjadi gerbang utama penyebaran islam di Pulau Jawa mewariskan banyak sekali situs budaya religi yang memiliki nilai religius yang sangat tinggi. Makam Kramat Talun bisa masuk kedalam daftar list wisata religi yang bisa kita singgahi.
Makam Keramat Talun atau yang biasa dikenal juga dengan sebutan Makam Mbah Kuwu Sangkan merupakan sebuah destinasi religi yang terletak di Dusun Girang Kecamatan Talun Kabupaten Cirebon Provinsi Jawa Barat. Tempat tersebut merupakan tempat persemayaman terakhir salah satu tokoh pendiri Cirebon Nagari yang bernama Raden Walangsungsang. Raden Walangsungsang merupakan sosok yang berperan penting dalam penyebaran agama Islam di tanah Cirebon. Beliau merupakan keturunan dari Raja Prabu Siliwangi dan Nyi Mas Subang Larang dari Keraton Padjajaran Bandung. Raden Walangsungsang adalah putra sulung dari 3 bersaudara. Saudaranya bernama Nyi Mas Rara Santang dan Pangeran Raja Sanggara.
 Sebagai Putra Mahkota, Mbah Kuwu Sangkan atau Raden Walangsungsang mewarisi sifat kepemimpinan ayahandanya, Prabu Siliwangi. Hal ini terbukti dari pencapaiannya yang berhasil menduduki takhta Cirebon yang pada saat itu ada di bawah Kerajaan Pasundan dipimpin Raja Galuh, dan Mbah Kuwu merupakan raja pertama. Hal tersebut merupakan penyebab beliau dikenal dengan “Mbah Kuwu Sangkan”.
Sebagai keturunan dari Prabu Siliwangi yang beragama Hindu tentu saja Raden namun Raden Walangsungsang mendapatkan mimpi bertemu dengan Nabi Muhammad SAW yang memerintahkan mereka mencari ajaran syariat Islam yang dapat menyelamatkan manusia baik di dunia maupun di akhirat nanti. Bukan hanya Raden Walangsungsang saja yang mendapatkan mimpi tersebut. Adiknya Nyi Mas Rara Santang pun mendapatkan mimpi yang sama. Keputusan Raden Walangsungsang untuk memeluk agama Islam pun ditentang oleh sang ayahanda, Prabu Siliwangi. Raden Walangsungsang diusir dari Istana Keraton Padjajaran Bandung. Rasa kehilangan pun tak bisa dihindari oleh adiknya, Nyi Mas Rara Santang. Akhirnya sang adik pun menyusul Raden Walangsungsang untuk keluar dari Istana Keraton Padjajaran Bandung.
Dalam pengembaraannya, Raden Walangsungsang dan adiknya Nyi Mas Rara Santang, mereka mencari seorang guru yang sesuai dengan petunjuk dalam mimpinya. Akhir dari pengembaraannya dan berdasarkan beberapa petunjuk yang diberikan oleh beberapa Sang Hiang, akhirnya Raden Walangsungsang dan Nyi Mas Rara Santang bertemu dengan Syech Nurul Jati di sekitar daerah Gunung Jati, Cirebon yang mampu mengajarkan syariat Islam kepadanya dan sesuai dengan petunjuk yang ada dalam mimpinya. Beberapa ajaran yang diajarkan kepadanya diantaranya yaitu tentang dua kalimat syahadat, Sholawat, membaca Al-Qur’an, berdzikir, Sholat, Zakat, Puasa, Kitab Fiqih Ibadah Haji dan lain sebagainya.
Setelah dianggap telah cukup menimba ilmu tentang syariat Islam, akhirnya Raden Walangsungsang diberi kesempatan oleh Syech Nurul Jati untuk menyebarkan ajaran Islam di beberapa tempat atau daerah selain itu, beliau juga diberikan kesempatan untuk membuka pemukiman baru, baik di wilayah Cirebon maupun didaerah sekitarnya. Perjuangan Raden Walangsungsang membangun Cirebon dan menyebarkan Islam dimulai pada usianya yang kala itu menginjak angka 25 tahun. Ia mulai berdakwah, kesana kemari mengajarkan agama Allah, hingga mencapai puncaknya yaitu, saat ia menduduki singgasana kerajaan Cirebon, dari situ ia memiliki kekuatan untuk memperluas wilayah dakwahnya.
Semasa hidupnya, Raden Walangsungsang memiliki dua istri, yakni Nyi Endang Geulis dan Nyai Ratna Lilis. Dari pernikahannya dengan Nyi Endang Geulis Raden Walangsusngsang dianugerahi keturunan yang diberi nama Nyi Pakung Wati yang menjadi salah satu pendamping Syekh Syarif Hidayatullah atau Sunan Gunung Jati. Syekh Syarif  Hidayatullah sendiri merupakan putra dari Nyi Mas Rara Santang, adik Mbah Kuwu Sangkan. Sedangkan dari pernikahannya dengan Nyai Ratna Lilis, Mbah Kuwu Sangkan dianugerahi seorang putra bernama Pangeran Abdurrokhman.

Mbah Kuwu Sangkan menetap di daerah Cirebon Girang, Talun sampai akhir hayatnya sekitar tahun 1500-an Masehi atau abad ke-16 awal. Sumber sejarah lain menyebut, Mbah Kuwu Sangkan wafat tahun 1529 Masehi. Namun sampai saat ini masih banyak sekali orang yang mempercayai bahwa Mbah Kuwu Sangkan masih hidup karena makamnya ditemukan di beberapa tempat yang berbeda, seperti di Dusun Astana, Dusun Girang bahkan konon ada juga makamnya yang berada di wilayah Dieng, Jawa Tengah. Banyak yang mengatakan bahwa Mbah Kuwu Sangkan atau Raden Walangsungsang sampai saat ini masih sering berkelana. Mengunjungi tempat-tempat yang dulu ia singgahi untuk menyebarkan agama Islam.

Share:

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Popular Posts

Instagram

Pages

Facebook