BIOGRAFI MBAH KUWU SANGKAN


BIOGRAFI MBAH KUWU SANGKAN



             Lahir dengan nama Raden Walangsungsang, anak sulung dari tiga bersaudara beserta Nyi Dewi Rara Santang atau Lara Santang Yang kelak bernama Hj. Syarifah Muda’im, setelah ibadah Haji, dan Raja Sangara Yang juga dikenal dengan nama Kian Santang. Ayahnya adalah Raden Pamanah Rasa, pewaris tahta Pajajaran (Kerajaan Galuh Pakuwuan), Yang kelak dikenal dengan nama Prabu Siliwangi. Raden Pemanah Rasa adalah anak dari Prabu Anggalarang, Raja Kerajaan Galuh. Ibunya bernama Nyai Subanglarang anak dari Syekh Quro
           Syekh Quro atau Syekh Hasannudin  adalah pemimpin Kyai pesantren Quro sekaligus pemimpin di wilayah pelabuhan Kerawang (Qurotul  ‘Ain) bergelar Mangkubumi Jumajan Jati. Ternyata, dalam penelusuran berikutnya, Syekh Quro adalah juga seorang raja dari negeri seberang Kemlaka atau Champa, yang meninggalkan tahta dan keluarganya untuk bertapa. Tempatnya bertapa kemudian diberi nama Nagari Singapura (Martasinga atau Mertasinga), yang menjadi bawahan Kerajaan Galuh. Di sana, beliau dikenal dengan nama Ki Ged[ng Tapa, tanpa ada yang tahu asal-usul atau nama aslinya. Bertemu kembali dengan puterinya Subanglarang, yang terlahir dengan nama Subang Keranjang, saat puterinya hendak memperdalam agama islam di Pesantren Quro, yang dipimpinnya. Dalam suatu kisah, diceritakan Syekh Quro mendarat di Kerawang bersama armada ekspedisi Laksamana Muhammad Cheng Ho atau Ma Cheng Ho atau Sam Po Kong. Tapi dalam versi lain, mengatakan bahwa Syekh Quro dan Ki Gede Tapa adalah orang yang berbeda.
            Cirebon merepukan salah satu daerah sentral islam yang terknal di jawa barat. yakni masyarakat masyhur mengenal Syarif Hidayatullah atau disebut juga dengan sebutan Sunan Gunung Djati, sebagai salah satu tokoh penyebar islam.setelah ditelusuri lebih jauh, tokoh babad alas islam yang pertama kali membangun pondasi keislaman adalah Mbah Kuwu Sangkan.dan konon katanya Mbah Kuwu Sangkan mempunyai 5 nama yakni Raden Walang Sungsang, Haji Abdullah Iman, Syekh Somadullah, Pangeran Cakra Buana, dan Mbah Kuwu Sangkan itu sendiri.
            Kedatangan Syarif Hidayatullah menandai era baru kekuasaan dan penyebaran Islam di Jawa Barat. Setelah berguru di berbagai negara, kemudian tiba di Jawa. Dengan persetujuan Sunan Ampel dan para wali lainnya disarankan untuk menyebarkan agama Islam di Tatar Sunda. Syarif Hidayatullah pergi ke Caruban Larang dan bergabung dengan uwaknya, Pangeran Cakrabuana. Syarif Hidayatullah tiba di pelabuhan Muara Jati kemudian terus ke Desa Sembung-Pasambangan, dekat Amparan Jati, dan mengajar Agama Islam, menggantikan Syekh Datuk Kahfi.
           Syarif Hidayatullah yang kemudian bergelar Syekh Jati juga mengajar di dukuh Babadan. Di sana ia menemukan jodohnya dengan Nyai Babadan Puteri Ki Gedeng Babadan. Karena isterinya meninggal, Syekh Jati kemudian menikah lagi dengan Dewi Pakungwati, puteri Pangeran Cakra Buana, disamping menikahi Nyai Lara Bagdad, puteri sahabat Syekh Datuk Kahfi.
          Syekh Jati kemudian pergi ke Banten untuk mengajarkan agama Islam di sana. Ternyata Bupati Kawunganten yang keturunan Pajajaran sangat tertarik, sehingga masuk Islam dan memberikan adiknya untuk diperistri. Dari perkawinan dengan Nyai Kawunganten, lahirlah Pangeran Saba Kingkin, kelak dikenal sebagai Maulana Hasanuddin pendiri Kerajaan Banten. Sementara itu Pangeran Cakra Buana meminta Syekh Jati menggantikan kedudukannya dan Syarif Hidayatullah pun kembali ke Caruban. Di Caruban ia dinobatkan sebagai kepala Nagari dan digelari Susuhunan Jati atau Sunan Jati atau Sunan Caruban atau Cerbon. Sejak itulah, Caruban Larang dari sebuah nagari mulai dikembangkan sebagai Pusat Kesultanan dan namanya diganti menjadi Cerbon.
          Pangeran Cakra Buana menjadi penasehat utama. Oleh masyarakat Cerbon, beliau masih dianggap sebagai kuwu sepuh, dan dikenal dengan nama Mbah Kuwu Sangkan.          Mbah Kuwu Sangkan terlahir tiga besaudara, yakni Mbah Kuwu Sangkan, Raden Kiansantang, beserta Nyai Rarasantang dari pasangan Prabu Siliwangi dan Nyai Subang Larang.
             Sebelum menikah dengan Subanglarang atau Subang Keranjang, Raden Pamanah Rasa telah menikahi sepupunya Nyi Ambet Kasih, putri dari Ki Gedeng Sedhang Kasih atau Ki Gede Sindang Kasih pemimpin Negeri Surantaka, tetangga Negeri Singapura, yang juga bawahan Kerajaan Galuh. Versi lain mengatakan bahwa Galuh-lah bawahan Sindang Kasih). Ki Gede Sindang Kasih adalah adik dari Prabu Anggalarang. (Dalam suatu legenda, diceritakan bahwa Prabu Anggalarang pernah berkelana sebagai kera, yang dikenal dengan Lutung Kasarung, dan bertemu Puteri Purba Sari, yang kemudian menjadi permaisurinya..
             Dan konon katanya Mbah Kuwu Sangkan mempunyai hewan peliharaaan dan bisa di sebut juga hewan kesayangan Mbah Kuwu Sangkan yakni yang dijuluki dengan macan samba, dan kebo dongkol bule karone.
           


Share:

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Popular Posts

Instagram

Pages

Facebook