MATA PENCAHARIAN PANGERAN WALANGSUNGSANG
Disela-sela kesibukannya menebang hutan di setiap malam
hari, Somadulloh mencari ikan Rebon di tepi laut, apabila berhasil, maka
pendapatannnya di serahkan kepada adik dan istrinya, kemudian diolah dan Rebon
ditumbuk sampai halus untuk dibuat terasi.
Lambat laun perusahaan ini tersiar sampai ke pelosok
daerah hingga banyak orang yang berdatangan untuk membeli rebon. Banyak pula
orang-orang pasundan datng berduyun-duyun kesana hingga berderet-deret antri
sambil berteriak “geura ageh garagalna,
geura ageh garagalna” demikian teriakan mereka dalam bahasa sunda yang
artinya “cepat-cepat garagalnya”. Mereka masing-masing ingin lekas dilayani.
Dari ucapan mereka, jadi perkataan ggrage berasal dari
perkataan “geura, age geura age, geura
age” (cepat-cepatlah ditumbuk). Tumbukan garagal (rebon dan ikan kecil) itu
menghasilkan petis dan terasi.
Somadulloh dalam menjalankan usahanya kian hari
kianberkembang hingga banyak orang yang datang dari daerah Plumbon dan
Palimanan turut serta “bertempat tinggal disana. Sehingga perkampungan itu
semakin luas dan ramai, mulai saat itulah masyarakat menyebutnya Ki Cakrabumi.
Perusahaan yang sangat terkenal itu lama kelamaan
terdengar oleh seorang Raja Kerajaan Galluh. Pada suatu hari ketika beliau
sedang mengadakan ertemuan dengan segenap mentri, pada saat itu, Sang Prabu
Raja Galuh berkata kepada senopatinya yang bernama “Patih Kiban” “Hai Patih
Kiban aku telah mendengar bahwa ditepi lautan sana ada orang yang membuat
perkampungan, disitu ada oarng yang membuat
terasi, apakah itu benar wahai Senopatih? Cepat-cepatlah diperiksa,
andai kata benar dan rakyatnya sudah mencapai 619 orang, bentuklah sebuah desa
dan orang yang mempunyai produksi rebon disuruh membayar pajak dalam setiap
tahun supaya menyetorkan tumbukan rebon halus gelondongan sebanyak satu wakuli
(+_45kg)”.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar